Senin, 20 April 2015

ILMU YANG BERMANFAAT DAN BAROKAH ILMU

Pengertian ilmu manfaat dan barokah Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa membawa pemiliknya agar selalu taat pada Allah swt,mengamalkan ilmu untuk kepentingan bangsa masyarkat, keluarga, dan pribadi khususnya. Dari defenisi diatas maka segala ilmu yang tidak bisa mengajak pemiliknya untuk takut, tawadhu’ pada Allah swt, melainkan justru mengajak pemiliknya untuk durhaka pada Allah swt, maka ilmu tersebut disebut ilmu yang tidak bermanfaat. Pada dasarnya semua ilmu itu bermanfaat, baik bagi urusan dunia maupun akhirat. Faktor memanfaatkan dan mudhllaradlah yang kita harus mampu untuk memilah dan memilih. Demi kebahagiaan dunia, semua dicari dengan ilmu, demi kebahagiaan akhirat, juga dengan ilmu. Allah Ta’ala berfirman : “ Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”(Al-Jumuah : 5)  Adapun ilmu yang Allah Ta’ala sebutkan pada kedudukan tercela, yaitu ilmu sihir seperti firman-Nya : “… Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat. Dan sungguh mereka sudah tahu barangsiapa memberi (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak mendapat keuntungan diakhirat. Sungguh sanga buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka mengetahui.” (Al-Baqarah :102) Rasululllah saw bersabda : “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya laksana hujan deras yang menimpa tanah. Diantara tanah itu ada yang subur. Ia menerima air lalu menumbuhkan tanaman dan rerumputan yang banyak. Diantaranya juga ada tanah kering yang menyimpan air. Lalu Allah memberi manusia manfaat darinya sehingga mereka meminumnya, mengairi tanaman dan berladang dengannya. Hujan itu juga mengenai jenis (tanah) yang lain yaitu : yang tandus, yang tidak menyimpan air, tidak pula menumbuhkan tanaman. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah, lalu ia mendapat manfaat dari apa yang Allah mengutus aku dengannya. Juga perumpamaan atas orang yang tidak menaruh perhatian terhadapnya. Ia tidak menerima petunjuk Allah yang dnegannya aku diutus.” Rasulullah saw ketika datang membawa ajaran agama Islam beliau mengumpamakannya dnegan hujan yang dibutuhkan manusia. Kondisi manusia sebelum diutusnya Rasulullah saw seperti tanah yang kering, gersang dan tandus. Kemudian kedatangan beliau Rasulullah saw membawa ilmu yang bermanfaat, menghidupkan hati-hati yang mati sebagaimana hujan menghidupkan tanah-tanah yang mati. Kemudian beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama dengan berbagai tanah yang terkena air hujan, diantara mereka adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya. Ornag ini seperti tanah subur yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain.       Diantara mereka ada juga yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu namun dia tidak mengamalkannya, akan tetapi dia mengajrkannya untuk orang lain. Maka, dia bagaikan tanah yang tergenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Orang inilah yang disebut dalam sabda beliau, “Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataan-perkataanku dan dia mengajrkannya seperti yang dia dengar.” Diantara mereka ada juga yang mendnegar ilmu namun tidak mengahafal/menjaganya serta tidak menyampaikannya kepada orang lain, maka perumpamaannya seperti tanah yang berair atau tanah yang gersang yang tidak dapat menerima air sehingga merusak tanah yang ada disekelilingnya. §  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th 72811) rahimahullaah mengatakan :     “ Ilmu adalah apa yang dibangun diatas dalil dan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dibawa Rasululllah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Terkadang ada ilmu yang tidak berasal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tetapi dalam urusan duniawai, seperti ilmu kedokteran, ilmu hitung, ilmu pertanian dan ilmu perdagangan.” §  Ibnu Rajab Al Hanbali (wafat th 795 H) rahimahullaah mengatakan :     Pokok segala ilmu adalah mengenal Allah subhanahu wa ta’ala yang akan menumbuhkan rasa takut kepada-Nya, cinta kepada-Nya, dekat terhadap-Nya, tenang dengan-Nya, dan rindu pada-Nya. Kemudian setelah itu berilmu tentang hukum-hukum Allah, apa yang dicintai-Nya dan diridhai-Nya dari perbuatan, perkataan, keadaan atau keyakinan hamba.      Ibnu Rajab juga menjelaskan, ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu adalah mempelajari dengan benar ayat-ayat Al Qur’an dan Hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta memahami maknanya sesuai dengan yang ditafsirkan para shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Lalu mempelajari apa yang datang dari mereka tentang halal dan haram, zuhud dan semacamnya, serta berusaha mempelajari mana yang shahih dan mana yang tidak dari apa yang telah disebutkan. §  Imam Mujahid bin Jabr (wafat th 104 H) raahimahullaah mengatakan : “Orang yang faqih adalah orang yang takut kepada Allah Ta’ala meskipun ilmunya sedikit. Dan orang yang bodoh adalah orang yang berbuat durhaka kepada Allah Ta’ala meskipun ilmunya banyak.” Perkataan beliau rahimahullaah menunjukkan bahwa ada orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya, namun ilmu tersebut tidak bermanfaat bagi orang tersebut karena tidak membawanya kepada ketaatan kepada Allah Ta’ala. a.     Tanda-tanda Ilmu yang bermanfaat 1)  Mengamalkannya      Mengamalkannya ilmu ini setelah anda membenarkan apa yang anda ketahui ,jika ada seseorang yang tidak bisa mengamalkan apa yang dia ketahui, maka ilmunya tidaklah bermanfaat. Tetapi, apakah kemudian ilmu tersebut menjadi madharat atau hanya tidak bermanfaat semata?Jawabnya adalah ilmu itu akan menjadi madharat baginya , karena Rasulullah bersabda, “Al Qur’an akan menjadi sebab keberuntunganmu atau menjadi sebab kecelakaanmu.” Oleh sebab itu, ilmu bisa menjadi sebab kebahagiaan bagi anda atau sebab kesengsaraan. 2)       Tidak suka dipuji dan menyombongkan diri pada orang lain      Hal ini merupakan bencana yang menimpa sebagian orang, dia merasa suci dan mengangggap bahwa apa yang dia katakan adalah benar, dan jika orang laon menyelisihinya maka dia katakan orang itu salah. Demikian halnya dengan sifat sombong, ada sebagian orang yang menjadi sombong ketika Allah memberikan ilmu kepadanya. 3)   Ilmu yang semakin bertambah maka dia akan semakin tawadhu’ 4)   Menjauhi cinta kedudukan,popularitas dan keduniaan  Maksudnya adalah janganlah karena ilmu yang telah anda peroleh, lalu anda ingin menjadi pemimpin dan menjadikan ilmu yang anda peroleh sebagai sarana untuk mencapai keuntungan duniawi. 5)   Tidak mengaku-ngaku berilmu  Maknanya adalah jangan berpura-pura tahu dan mengatakan “ Aku seorang ulama”. b.     Ilmu Yang Tidak Bermanfaat      Adapun ilmu yang pada dasarnya dicela oleh Allah swt, adalah seperti tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 102 dan surat Ar Rum ayat 7 “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), hanya syetan-syetan itulah yang kafir (karena mengerjakan sihir). Mereka mengajrkan sihir kepada manusia dan apa yang diharamkan pada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut. Sedang keduanya tidak mengerjakan sesuatu kepada seorangpun sebelum mengatakan : Sesungguhnya kami hanya cobaab bagimu, karena itu janganlah kamu kafir. Maka mereka mempelajari dari dua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang suami dengan istrinya. Dan mereka itu tidak memberi mudharat kepada seorangpun dengan sihirnya kecuali atas izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa menukar kitab Allah dengan sihir itu, tiadalah keuntungan baginya diakhirat. Dan amat jahatlah perbuatan mereka menukar dirinya dengan sihir kalau mereka mengatahui”. (Q.S. Al Baqarah : 102) c.      Pengertian Barakah      Barakah menurut arti lughat adalah berkat, bahagia, untung, tumbuh dan berkembang. Menurut Kamus Al Muhith, Barakah artinya ialah bergerak, tumbuh, bertambah atau bahagia ( Al Muhith, III : 293 ). Menurut Imam Syamsuddin al – Ssakhawi, barakah adalah :                                                      المرد بالبركة ا لنمو وا لز تا د ة من ا لخير وا لكرا مت “ Yang dimaksud dengan barakah adalah berkembang dan bertambahnya kebaikan dan kemuliaan “.      Sesuatu dianggap mempunyai barakah bila ia tumbuh, bergerak dan memberi kebahagiaan kepada mempunyai. Pengertian barakah ini kemudian tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Islam sehingga menjadi suatu istilah tersendiri.          Imam Al Khazin berpendapat bahwa penertian barakah atau berkat, yaitu :    ثبو ت ا لا لهى في الشي                                                                          “ Sesuatu kebaikan Tuhan yang diletakkan pada sesuatu “ Maksud kebaikan Tuhan yang diletakkan kepada sesuatu ialah apa saja yang diletakkan oleh Allah pada diri Nabi, baik itu yang ada pada badannya, bajunya, bahkan ada pula yang diletakkan pada diri pada wali, dan para ulama serta pada orang-orang yang shaleh dan yang mati syahid.                  Sedangkan yang dimaksud dengan tabarrukan adalah sebagaimana dikatakan oleh Drs. Imron AM,” Tabarruk yaitu ; mengharapkan datangnya kebaikan Ilahi dari sesuatu yang di percayai memiliki nilai-nilai keberkatan “.      Contoh-contoh tabarruk : -        Shalat di Masjidil haram, dengan mengharapkan memperoleh berkahnya masjid tersebut, yaitu tambahnya pahala dan terkabulnya do’a. -        Berdo’a di waktu menjelang shubuh, atau sepertiga malam yang terakhir “(waktu sahur), dengan tabarruk dari waktu tersebut, yaitu mengharapkan terkabulnya do’a. d.     Barokah                                                   1.     Barokah dan Rahmat                “Barokah didefenisikan : adanya kebaikan yang sifatnya ilahi dalam suatu perkara atau tindakan. Dengan demikian barakah tidak bisa terlihat langsung secara indawi dan lahiriah namun terkadang bisa terasakan. Sesuatu yang dirasakan mempunyai nilai tambah padahal lahirnya tidak atau malah berkembang, dikatakan mempunyai barokah.Contohnya harta yang dizakati, lahirnya ia berkurang namun pada hakekatnya ia mempunyai barokah atau diberkati, karena kekurangan tersebut terkadang tidak langsung mendatangkan rizki yang lain. Melakukan sesuatu tanpa membaca basmalah secara lahir tidak berbeda dengan melakukannya dengan membaca basmalah namun dengan basmalah ada nilai tambah yang tidak terlihat tapi terkadang terasakan, itulah barokah.                Demikian juga harta yang bisa termanfaatkan untuk kemaslahatan yang lebih banyak merupakan tanda-tanda diberkahi. Ada harta yang meskipun jumlahnya banyak tapi tidak begitu berguna. Ikhtiar untuk mendapatkan barokah antara lain menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang agama, yang merugikan baik bagi agama atau masyarakat memberikan dari hak-hak apa yang kita miliki, membaca basmalah ketika melakukan sesuatu dan berdoa kepada Allah agar senantiasa diberkati dalam segala hal. Dalam sebuah hadist dijelaskan : “ Kebajikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah sesuatu yang merisaukan hatimu diaman kamu merasa tidak suka apabila hal itu sampai dilihat oleh orang lain “(HR. Muslim).                Barokah dari harta yang kita miliki adalah bukan hanya harta itu bertambah banyak tetapi juga ketika melalui harta itu kita bisa lebih mendekatkan diri dan lebih bersemangat dalam kebaikan dan beribadah kepada Allah. Kalau melihat contoh real dari keberkahan harta, lihatlah Rasulullah dan para sahabatnya, mereka kaya, harta mereka  banyak, tapi dengan semua itu tidak turut intensitas ibadah mereka hanya karena kesibukan untuk mengurus harta yang mereka miliki. Karena mereka hanya meletakkan harta mereka ditangan mereka, tidak dihati mereka.                Barokah dari umur yang kita miliki ketika Allah memberikan kemanfaatan terhadap waktu yang kita miliki dalam hal kebaikan, waktu yang kita punya senantiasa bermanfaat untuk kebaikan dunia akhirat kita, kedua-duanya bukan hanya salah satu saja.                Barokah dari keluarga dan keturunan yang kita miliki adalah ketika mereka bisa menjadi penyejuk pandangan dan patner kita dalam beribadah, bukan malah sebaliknya menjadi hambatan dalam kita menunaikan kewajiban kepada Allah. e.     Cara mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan barokah                           ·   Niat yang tulus dan ikhlas                           ·   Patuh dan menghormati guru                           ·   Penuh semangat, sungguh-sungguh, dan istiqomah                           ·   Tidak kikir, baik kikir harta maupun ilmu                           ·   Cinta pada ilmu yang dicari                          ·   Sabar dalam menghadapi cobaan, rintangan, dan tantangan                           ·   Luasnya waktu belajar dan tidak tergesa-gesa                           ·   Selalu bersikap bijaksana dan hati-hati                                           DAFTAR PUSTAKA Al Ustad Suaidi Qomar, Kajian Keislaman.Masjid Imam Bonjol, Jakarta, 2008 Atkinson, Pengantar Psikologi. Interaksara, Batam, 2005. Chaplin James P, Kamus lengkap Psikologi. Rajawali Press, Jakarta 2005 Sudarsono,Pengantar Kuliah Psikologi Umum. Fak.Psikologi Unas Pasim 2004. Sumadi Surya Brata, Psikologi Kepribadian. Rajawali Press, Jakarta, 1982. www.Pitutur.com. www.PesantrenVirtual.com www.Pesantren Al Hikam.com Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka At Taqwa. Cetakan Permata Rabi’uts Tsani. Bogor,2007.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

Minggu, 05 April 2015

BERKAH MENURUT AJARAN ISLAM

 BERKAH MENURUT AJARAN ISLAM
Oleh Yusefri
Suatu hal yang selalu kita minta kepada Allah Swt dalam do’a adalah meminta keberkahan dalam hidup; umur yang berkah, usaha yang berkah, rezeki yang berkah, dan lain sebagainya. Bahkan dalam bacaantahiyat sholat fardhu lima waktu yang setiap hari kita lakukan, kita berdo’a untuk Nabi Muhammad Saw agar Allah Swt melimpahkan keberkahan kepada beliau sebagaimana Allah telah memberkati Nabi Ibrahim As dan keluarganya (Allahumma bârik ‘ala Muhammad wa ‘ala âli Muhmmad kamâ bârakta ‘ala Ibrâmhîm wa ‘ala âli Ibrâhîm). Lantas apa itu berkah dan bagaimana kita mendapatkan keberkahan itu?
Selain kata berkah, kadang juga digunakan kata “berkat dan barokah.” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata berkah diberi arti : “karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia atau doa restu dan pengaruh baik yang mendatangkan selamat serta bahagia dari orang yang dihormati atau dianggap suci (keramat).”
Kata “berkah, berkat atau barokah” yang kita kenal dalam Bahasa Indonesia sebetulnya berasal dari Bahasa Arab yakni “al-barakat/al-barkah” yang berasal dari akar kata “baraka”. Dari asal kata ini pula muncul istilah “al-mubârak dan tabâruk  yang artinya juga berkah atau diberkahi”. Menurut para pakar (ahli) Bahasa Arab, diantaranya Ibn Mandzur, al-Fayyumi dan al-Fairuz Zabadi, kata  “al-barakah” menurut arti bahasa adalah “berkembang, bertambah dan kebahagiaan.” Menurut Imam аl-Nawawi dalam kitabnya “Syarh Shahih Muslim”, asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak dan abadi.Sedangkan dalam kitab Riyadus Shalihin dijelaskan bahwa barokah adalah:  “ziyadatul khair ‘ala al ghair” (sesuatu yang dapat menambah kebaikan kepada sesama).  Adapun menurut istilah (syariat), berkah didefinisikan sebagai kebaikan berlimpah yang diberikan Allah pada siapa yang dikehendaki-Nya. Keberkahan yang merupakan pemberian dari Allah tersebut dapat berupa materi dan non materi.
Dari makna bahasa dapat dikatakan bahwa “al barakah” memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung. Sesuatu dapat memiliki keberkahan jika sesuatu itu bisa mendatangkan kebahagiaan, kebaikan, dan manfaat yang terus bertambah banyak pada orang lain. Dengan kata lain, jika sesuatu yang kita miliki, kebaikan dan manfaat yang ada padanya hanya bagi dirinya sendiri, sedangkan orang lain tidak, maka sesuatu yang kita miliki itu belumlah berkah. Ringkasnya, apa saja yang kita miliki bisa menjadi berkah, atau kita bisa mendapat berkahnya kalau kita mau berbagi dengan orang lain.
Adapun bila ditinjau melalui dalil-dalil dalam al-Qur’аn dan аѕ-Sunnah, maka “al-barakah” memiliki makna dan perwujudan yang tidak jauh berbeda dari makna “al-barakah” dalam ilmu bahasa. Di dalam al-Qur’an, kata baraka dengan berbagai kata jadiannya (al-mubarak dan al-barakah) muncul sebanyak 31 kali. Diantaranya QS. al-Qaf: 9-11; “Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkahi (banyak membawa kemanfaatan), lalu Kami tumbuhkan dengan air itu taman-taman dan biji-biji tanaman yang diketam. Dan pohon kurma yang tingi-tinggi yang memiliki mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Demikianlah terjadinya kebangkitan.” (QS. Qaaf: 9-11).
Bila keberkahan telah menyertai hujan yang turun dari langit, maka tanah yang tadinya gersang dan kering kerontang, akan menjadi subur dan makmur, kemudian muncullah taman-taman indah, buah-buahan dan biji-bijian yang melimpah ruah. Sehingga negeri yang dikaruniai Allah dengan hujan yang berkah, menjadi negeri gemah ripah loh jinawi atau dalam istilah lain بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
Ayat di atas sesungguhnya berkaitan dengan kisah bangsa Saba’, yakni suatu negeri yang penduduknya beriman dan beramal saleh sehingga penuh dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama ahli tafsir mengisahkan, bahwa dahulu wanita kaum Saba’ tidak perlu untuk memanen buah-buahan kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, mereka cukup membawa keranjang di atas kepalanya, lalu melintas di kebunnya, maka buah-buahan yang telah masak dan berjatuhan sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus bersusah-payah memetik atau mendatangkan pekerja yang memanennya.
Ibn Katsir dalam tafsirnya menyebutkan, bahwa dahulu di negeri Saba’ tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya, yang demikian itu berkat udaranya yang bagus, cuacanya yang bersih, dan berkat kerahmatan Allah yang senantiasa meliputi mereka.
Pada ayat yang lain, istilah berkah dapat ditemukan dalam surat al-Dukhan ayat 3: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”.
 Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa Al Qur’an turun pada malam yang di”berkah”i (mubarakah). Katamubarakah dalam ayat ini, dapat dipahami dengan jelas jika dikaitkan dengan ayat-ayat lain yang berbicara mengenai masalah yang sama, misalnya ayat 1 surat al-Qadr. Dalam ayat terakhir ini, Allah menjelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan pada malam Qadr. Pada malam Qadr itu, Allah memberikan nilai pahala yang berlipat ganda kepada orang yang melakukan ibadah. Nilai ibadah pada malam itu, lebih baik dari nilai ibadah pada seribu bulan lainnya.
Dengan mencari munasabah antara ayat-ayat seperti ini dapat dipahami bahwa kata mubarakah dalam surat al-Dukhan ayat 2 merujuk kepada arti kebaikan Allah yang diberikan kepada orang-orang yang beribadah pada malam tersebut, yakni kebaikan yang berlipat ganda bila dibandingkan dengan pahala ibadah pada malam-malam lainnya.
Istilah Al-Qur’an dalam surat al-An’am ayat 92 ternyata juga  disebut oleh Allah sebagai kitab suci yang di”berkah”i (kitab mubarak). Al-Qur’an disebut kitab yang di”berkah”i adalah karena ia mengandung ajaran-ajaran yang baik, yang datang dari Tuhan. Maksudnya, Kitab Suci al-Qur’an  berisi kumpulan peraturan yang berbentuk perintah dan larangan Tuhan, yang kalau perintah itu dikerjakan dan larangan dihindari, seseorang akan mendapat kebaikan (berkah). Undang-undang itu merupakan sebagian dari kebaikan yang datang dari Allah.  Tidak ada ajaran dalam al-Qur’an yang tidak baik. Manusia, karena keterbatasannya, terkadang tidak dapat memahami kebaikan yang terkandung dalam kitab suci tersebut. Seringkali kebaikan itu disadari atau ditemukan manusia belakangan hari. Sebagai contoh adalah larangan makan daging babi, yang ternyata mengandung cacing pita yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Rahasia adanya cacing pita ini baru terungkap berabad-abad setelah larangan Qur’an ini turun.
Harta (Rezeki) Yang Berkah
Dari penjelasan makna yang terkandung dalam istilah berkah di atas, maka jika dikaitkan dengan harta atau rezeki yang berkah, bukanlah dalam arti harta yang terus berkembang dan bertambah banyak dari sisi wujud riilnya atau jumlah harta yang senantiasa bertambah dan berlipat ganda. Akan tetapi bertambahnya dan atau berlipat gandanya kebaikan dan kegunaan harta itu, walaupun jumlahnya tidak bertambah banyak atau tidak berlipat ganda. Dengan kata lain, harta yang barokah ialah harta yang menyebabkan seseorang yang mempergunakannya memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa sehingga mampu mendorong berbuat kebaikan pada sesama. Harta demikian inilah yang pada hakikatnya sangat didambakan dan dicari setiap orang. Sebab ketenangan dan ketenteraman jiwa itulah yang menjadi faktor penentu bagi kebahagiaan hidup seseorang. Besar atau kecilnya karunia, banyak atau sedikitnya rezeki, tidaklah jadi persoalan bagi yang mendapat keberkahan. Semuanya akan berpulang pada rasa syukur yang mendalam pada Sang Khalik Pemilik Alam Seisinya.
Sebaliknya, harta yang tidak berkah akan menimbulkan ketidaknyamanan pada orang yang mendapatkan dan selalu dihantui ketakutan atau was-was kalau suatu saat terbongkar cara memperoleh yang tidak dibenarkan. Harta yang tidak berkah juga menimbulkan rasa kurang (rasa tidak pernah puas) pada orang yang memakannya. Sekalipun menurut ukuran kebanyakan orang, apa yang dimilikinya sudah melebihi ukuran standar, namun mereka tetap merasa kurang dan belum cukup. Otomatis, rasa syukur pastilah tak akan pernah tersirat dari orang yang rezekinya tidak berkah.
Dalam kaitannya dengan harta yang berkah ini, Rasulullah Saw juga bersabda: “Harta benda tidak akan berkurang karena disedekahkan”. Secara lahiriyah, memang mengeluarkan sedekah berarti mengurangi harta. Akan tetapi secara tersirat, harta tidak akan berkurang, bahkan akan bertambah. Artinya adalah bahwa Tuhan akan menambah lagi rezeki kepada orang yang mengeluarkan harta, yang boleh jadi tanpa diduga dan tanpa diketahui oleh orang tersebut. Orang yang merasa merugi karena mengeluarkan harta di jalan Allah, biasanya karena ia hanya mencari hubungan lahiriyah antara infak harta di jalan Allah dengan kebaikan yang diperolehnya. Dicari dengan jalan apa pun, apalagi dengan jalan ilmiah, yang menuntut adanya pemikiran rasional, obyektif, dan sistimatis, pasti tidak akan ditemukan hubungan antara dua hal di atas (Penulis adalah Dosen STAIN Curup).
Umur Yang Berkah
Dalam sebuah hadis yang bersumber dari sahabat Nabi bernama Abu Bakroh, menceritakan bahwa suatu hari  ada seseorang yang bertanya pada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, manusia mana yang dikatakan baik?” Beliau menjawab ; “Yang panjang umurnya namun baik amalnya. Lalu manusia mana yang dikatakan jelek?” tanya laki-laki tadi. Beliau menjawab, “Yang panjang umurnya namun jelek amalnya.”(HR. Tirmidzi)
Pada hadis di atas terdapat sebuah petunjuk mengenai bolehnya meminta pada Allah panjang umur namun banyak amal. Berdo’a pada Allah dengan meminta panjang umur sama sekali tidak bertentangan dengan ketentuan Allah dalam Lauhul Mahfuzh karena do’a itu sendiri adalah bagian dari takdir Allah yang telah dicatat. Umur di sini dikaitkan dengan ketaatan pada Allah atau baiknya amalan. Jika panjang umur diisi dengan maksiat, maka sungguh sia-sia dan tidak berfaedah sama sekali nikmat yang diberi. Jadi yang bermanfaat adalah meminta panjang umur namun dengan disertai meminta bisa terus beramal sholeh. Inilah yang disebut mendapat umur yang berkah.